Desain pemilu serentak yang terdapat dalam putusan Mahkamah Konstitusi dinilai akan memperberat kerja penyelenggara. Dalam putusan tersebut, pemilihan legislator DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD serta pemilihan presiden dilakukan dalam hari yang sama.
“Pemilu legislatif yang lalu-lalu saja banyak kasus surat suara tertukar dan kekeliruan penghitungan oleh penyelenggara. Apalagi jika ditambah bebannya menjadi lima pemilihan dalam satu hari,” kata Heroik M. Pratama, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) saat diskusi “Sosialisasi Kodifikasi UU Pemilu” di Bogor (2/3).
Undang Suryatna, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor, mengamini pendapat tersebut. Beban penyelenggara saat penghitungan dan rekapitulasi akan bertambah jika pemilu serentak model ini dilakukan.
“Di satu dapil (daerah pemilihan) saja pesertanya bisa sampai 120 calon di satu lembaga DPR Kabupaten/Kota, belum ditambah lembaga DPR Provinsi. Dari sisi penyelenggara, bayangkan berapa lama penghitungan dan rekapitulasi suara. Empat kotak saja bisa sampai jam 12 malam rekapnya,” kata Undang.
Undang, lebih lanjut, memandang keserentakan pemilu dibagi dua lebih relevan bagi penyelenggara. Dua pemilu tersebut adalah pemilu nasional dan pemilu daerah. Dua pemilu ini berjarak dua atau tiga tahun. Meski demikian, desain ini mesti diuji lagi konstitusionalitasnya.
Heroik menambahkan, desain pemilu serentak nasional-daerah, selain mengurangi beban penyelenggara, juga mampu menciptakan pemerintahan efektif di nasional dan daerah.
Sumber: Rumah Pemilu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar