Mengapa kita mesti menggelar Pemilu 2014 yang menghabiskan 22 Trilyun Rupiah?Apakah
tidak lebih baik uang tersebut diberikan saja langsung kepada jutaan
warga miskin yang belum cukup sandang, pangan dan papan? Kenapa untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden ini mesti mengeluarkan banyak tenaga
dan belum tentu juga pemimpin yang jadi nantinya akan memperhatikan
kita? Akan tetapi, jika tidak melalui Pemilu, lantas dengan cara apa dan
bagaimana pemimpin kita dipilih?
Pemiluadalah
sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien
berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pemilu dan Demokrasi - Ilustrasi |
Inilah
kelebihan demokrasi melalui Pemilu langsung. Cara seperti ini berusaha
benar-benar mewujudkan pemerintahan yang dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Demokrasi menghendaki, kekuasaan tidak dipegang oleh
segelintir orang, tetapi oleh kita semua dengan melakukan pengecekan
ulang dan perbaikan-perbaikan secara bertahap. Melalui Pemilu langsung,
masyarakat pemilih bisa menilai apakah pemerintahan dan perwakilan
pantas dipilih kembali atau justru perlu diganti karena tidak mengemban
amanah rakyat.
Sebagai
salah satu alat demokrasi, Pemilu mengubah konsep kedaulatan rakyat
yang abstrak menjadi lebih jelas. Hasil Pemilu adalah orang-orang
terpilih yang mewakili rakyat dan bekerja untuk dan atas nama rakyat.
Tata cara seleksi mencari pemimpin dengan melibatkan sebanyak mungkin
orang telah mengalahkan popuralitas model memilih pemimpin dengan
penunjukan langsung atau pemilihan secara terbatas.
Dengan
demikian, Pemilu adalah gerbang perubahan untuk mengantar rakyat
melahirkan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menyusun kebijakan
yang tepat, untuk perbaikan nasib rakyat secara bersama-sama. Karena
Pemilu adalah sarana pergantian kepemimpinan, maka kita patut
mengawalnya. Keterlibatan aktif masyarakat dalam seluruh tahapan Pemilu
sangat dibutuhkan. Masyarakat perlu lebih kritis dan mengetahui secara
sadar nasib suara yang akan diberikannya. Suara kita memiliki nilai
penting bagi kualitas demokrasi demi perbaikan nasib kita sendiri.
Keterlibatan
masyarakat dapat dimulai sejak memastikan dirinya terdaftar sebagai
pemilih, meneliti dan mempelajari para pasangan calon, mengikuti dan
mengawasi pelaksanaan kampanye, melaporkan pelanggaran penyelenggara dan
peserta, mencari tahu tentang calon pemimpin, memberikan suara pada
hari pemungutan suara serta menjaga suara yang telah diberikannya murni
berdasarkan hasil suara di TPS.
Sebanyak
mungkin informasi tentang peraturan dan pelaksanaan dalam Pemilu dapat
menjadi pengetahuan yang dimiliki oleh pemilih dan menjadi modal utama
Pemilu akan berjalan dengan tertib, lancar dan damai untuk kepentingan
nasib bangsa kedepan.
Demokrasi hendak menjawab dua pertanyaan penting: untuk kepentingan siapa kekuasaan dijalankan (demokrasi substansial); dan bagaimana kekuasaan itu dikelola (demokrasi prosedural).
Dua pertanyaan kunci ini juga bisa dikemukakan dalam konteks Pemilu:
untuk kepentingan siapa Pemilu dilaksanakan; dan bagaimana menjamin
Pemilu agar kepentingan rakyat betul-betul diakomodasi.
Alasan pelaksanaan Pemilu :
- Pemilu merupakan alat atau sarana pergantian kekuasaan yang paling demokratis.
- Pemilu merupakan alat kontrol bagi kualitas kepemimpinan politik suatu pemerintahan. Rakyat dapat memberikan apresiasi dan penghukuman pemimpin daerah yang berkuasa dapat berlanjut atau tergantikan sesuai kinerjanya ketika berkuasa.
- Pemilu menjadi pilihan paling demokratis untuk menguji kualitas kedekatan calon pemimpin dengan masyarakatnya.
- Pemilu mampu mencerminkan arus harapan yang muncul dalam masyarakat tentang apa yang mereka inginkan dari pemerintahannya.
- Pemilu merupakan sarana mendapatkan informasi mengenai calon kepala daerah sebelum publik menentukan pilihannya secara rasional.
- Aspek jangkauan partisipasi, Pemilu juga menyediakan ruang partisipasi yang memadai bagi dihimpunnya aspirasi publik.
- Pemilu menjadi sarana menghukum pemimpin yang lalai terhadap rakyat dengan cara tidak dipilih lagi dalam Pemilu.
Dalam
sistem pemerintahan yang demokratis, kekuasaan sepenuhnya ada di tangan
rakyat, artinya suara rakyatlah yang menentukan masa depan pemimpinnya.
Pemerintahan yang dibentuk benar-benar berdasarkan keinginan dan
kepercayaan rakyat. Warga masyarakat yang mempunyai hak pilih mendatangi
Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan suaranya.
Prinsip Pemilu Demokratis :
|
Bagaimana
sebetulnya mengukur Pemilu bisa dikatakan sebagai Pemilu yang jurdil
dan demokratis? Tidak ada ukuran baku akan hal itu. Namun setidaknya
beberapa ukuran dari manifesto dan deklarasi tentang kriteria Pemilu
yang bebas dan adil yang secara bulat diterima oleh Dewan Antar Parlemen
pada sidangnya yang ke 154 patut untuk kita perhatikan. Deklarasi
tersebut menggarisbawahi hal-hal pokok dalam penyelenggaraan pemilu yang
jurdil, demokratis dan di selenggarakan dalam suasana yang bebas dari
tekanan, yaitu sebagai berikut :
- Setiap pemilih mempunyai hak memberikan suara dalam Pemilu tanpa diskriminasi.
- Setiap pemilih mempunyai hak mendapatkan akses informasi yang efektif, tidak berpihak dan tidak diskriminatif.
- Tidak seorang pun warga yang memilih hak dapat dicegah haknya untuk memberikan suara atau didiskualifikasi untuk mendaftar sebagai pemilih, kecuali sesuai kriteria obyektif yang ditetapkan undang-undang.
- Setiap orang yang ditolak haknya untuk memilih atau untuk didaftarkan sebagai pemilih berhak naik banding ke pihak yang berwenang untuk meninjau keputusan itu dan untuk mengoreksi kesalahan secara cepat dan efektif.
- Setiap pemilih mempunyai hak dan akses yang sama pada tempat pemungutan suara untuk dapat mewujudkan hak pilihnya.
- Setiap pemilih dapat menentukan haknya sama dengan orang lain dan suaranya mempunyai nilai yang sama dengan suara pemilih yang lain.
- Setiap pemilih mempunyai hak memberikan suara secara rahasia adalah mutlak dan tidak boleh dihalangi dengan cara apapun.
Demokrasi
juga menyangkut kegiatan sehari-hari masyarakat. Proses demokrasi harus
tercermin dalam interaksi antar kelompok dan golongan dalam masyarakat,
seperti berbagai kelompok kepentingan (interest groups), kelompok penekan (pressure groups),
keluarga dan individu. Demokrasi mengandaikan adanya kesejajaran antara
individu atau warga negara, tanpa adanya perbedaan berdasarkan apapun,
jenis kelamin, warna kulit, agama dan etnisnya.
Konsensus
negara demokratis telah memastikan terselenggaranya Pemilihan Umum
(Pemilu) sebagai salah satu indikator yang mutlak harus dijalankan. Bagi
Indonesia, Pemilu sudah menjadi bagian integral historis daripada
pelaksanaan sistem ketatanegaraan. Satu dekade setelah proklamasi 1945,
tepatnya tahun 1955 Indonesia sudah melangsungkan Pemilu pertama yang
demokratis. Kemudian berlanjut pada Pemilu pada era Orde Baru tahun
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997. Selanjutnya pada masa reformasi
telah berlangsung tiga kali Pemilu, yakni tahun 1999, 2004, dan 2009.
Sehingga istilah Pemilu sudah sangat familiar bagi penduduk di republik
ini, dan tentu saja, sudah diserap sebagai pengetahuan dasar bagi hak
politik rakyat Indonesia.
Merunut
kembali sejarah Pemilu 1955, Pemilu di era rezim Orde Baru, Pemilu di
masa reformasi, dan Pemilu di berbagai daerah, sebenarnya bisa diambil
beberapa pelajaran penting tentang pemantauan pemilu. Pemilu 1955
berlangsung pada nuansa dan suasana kepartaian yang ideologis dan
partisipatif. Semangat kontestasi yang dibuktikan lebih dari 100 peserta
Pemilu membuat setiap kontestan saling mengawasi pelaksanaan Pemilu.
Sementara Pemilu di masa rezim kleptokratik Orde Baru berada pada semangat zaman yang represif-totaliter. Deparpolisasi
dan anti partisipasi masyarakat sangat mendominasi penyelenggaraan
Pemilu di masa itu. Apalagi penyelenggara pemilu masa Orde Baru melekat
pada pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri. Sehingga menjadi logis,
isu
pemantauan melekat pada domain rezim pemerintah. Karena sejatinya Pemerintah Orde Baru tidak ingin Pemilu diawasi oleh rakyat yang dalam konstitusi diakui sebagai pemilik sah kedaulatan sejati.
pemantauan melekat pada domain rezim pemerintah. Karena sejatinya Pemerintah Orde Baru tidak ingin Pemilu diawasi oleh rakyat yang dalam konstitusi diakui sebagai pemilik sah kedaulatan sejati.
Kemudian
pada Pemilu 1997 menjadi akhir dari Pemilu rezim Orde Baru. Semangat
reformasi mengkristal dengan adanya keinginan untuk terlaksananya Pemilu
yang jujur dan adil. Sehingga pelaksanaan Pemilu 1999, 2004, 2009 isu
pemantauan Pemilu menjadi instrumen yang dikembangkan secara sistematis,
misalnya melalui pelembagaan Pengawas Pemilu dan membuka ruang bagi
kelompok pemantau.
Asas Pemilu
|
Sumber : jppr.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar